Laman

Rabu, 29 Desember 2010

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Rosulullah (571-632 M)


Rosululloh diberi amanat untuk mengemban dakwah Islam pada umur 40 tahun. Pada masa Rosululloh SAW, tidak ada tentara formal. Semua muslim yang mampu boleh jadi tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari harta rampasan perang. Rampasan tersebut meliputi senjata, kuda, unta, domba, dan barang-barang bergerak lainnya yang didapatkan dari perang. Situasi berubah setealah turunnya Surat Al-Anfal (8) ayat 41 : “Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Alloh, Rosul, Kerabat Rosul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Alloh dan kepada yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)di hari furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Rosululloh SAW biasanya membagi seperlima (khums) dari rampasan perang tersebut menjadi tiga bagian, bagian pertama untuk beliau dan keluarganya, bagian kedua untuk kerbatnya dan bagian ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang sedang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan. Empat perlima bagian yang lain dibagi diantara prajurit yang ikut perang, dalam kasus tertentu beberapa orang yang tidak ikut serta dalam perang juga mendapat bagian. Penunggang kuda mendapat dua bagian, untuk dirinya sendiri dan kudanya.
Pada masa Rosululloh SAW, beliau mengadopsi praktik yang lebih manusiawi terhadap tanah pertanian yang telah ditaklukkan sebagai fay’ atau tanah dengan kepemilikan umum. Tanah-tanah ini dibiarkan dimiliki oleh pemilikinya dan penanamnya, sangat berbeda dari praktik kekaisaran Romawi dan Persia yang memisah-misahkan tanah ini dari pemiliknya dan membagikannya kepada elit militernya dan para prajurit. Semua tanah yang dihadiahkan kepada Rosululloh SAW (iqta’) relatif lebih kecil jumlahnya dan terdiri dari tanah-tanah yang tidak bertuan. Kebijakan ini tidak hanya mambantu mempertahankan kesinambungan kehidupan administrasi dan ekonomi tanah-tanah yang dikuasai, melainkan juga mendorong keadilan antar generasi dan mewujudkan sikap egaliter.
Pada tahun kedua setelah hijrah, shodaqoh ini kemudian dengan Zakat Fitrah yang dibayarkan setiap kali setahun sekali pada bulan ramadhan. Besarya satu sha kurma, gandum, tepung keju, atau kisimis, setengah sha gandum untuk setiap muslim, budak atau orang bebas, laki-laki atau perempuan, muda atau tua dan dibayar sebelum Shalat Idul Fitri.
Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 hijrah, sementara shodaqoh fitrah pada tahun ke-2 hijrah. Akan tetapi ahli hadist memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 hijrah ketika Maulana Abdul hasa berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar